Wacana mengenai standarisasi penceramah atau khatib saat Sholat Jumat mengemuka dan pemerintah akan menjadi fasilitator terkait isu tersebut.
"Pilihannya apakah MUI, atau gabungan dari ormas Islam. Masing-masing ormas juga bisa membuat standard itu," kata Menag Lukmah Hakim Syaifuddin seperti dikutip kemenag.go.id, hari ini.
Baca Juga
DPD apresiasi penambahan kuota haji 2017
Tambahan kuota haji disebar berdasarkan jumlah penduduk Muslim dan masa tunggu
Kemenag beri penghargaan 20 Pemda peduli pendidikan
Dalam hal ini pemerintah hanya berperan sebagai fasilitator dan tidak ikut campur tangan di dalamnya. Pemerintah akan memberikan peran yang luas kepada ormas Islam atau MUI untuk melakukan standarisasi tersebut.
Menag mengaku bahwa pihaknya saat ini masih menjaring aspirasi dan masukan dari masyarakat. Akhir pekan lalu, Kemenag telah mengundang para tokoh dari MUI, NU, Muhammadiyah, ormas Islam dan beberapa fakulats dakwah untuk duduk bersama menyerap aspirasi.
Dikatakan Menag, ada dua hal yang harus dirumuskan bersama. Pertama, standardisasi yang mengatur kompetensi atau kualifikasi khatib jumat. Menurutnya, hal ini perlu dirumuskan karena esensi khutbah jumat adalah memberikan wasiat, tausiah, dan nasihat. Seorang khatib harus dapat memberikan nasihat. Memberikan informasi yang tidak berdasar atau tidak benar dan saling mencela sama sekali tidak dibolehkan.
Hal kedua terkait dengan siapa yang berwenang melakukan standardisasi. Menag mengatakan, proses standardisasi harus dilakukan dan dijaga semata karena pertimbangan syar'i atau keagamaan; terbebas dari pertimbangan politik dan lainnya. Dalam konteks inilah Menag menilai tugas itu bisa diambil oleh MUI atau gabungan ormas Islam. Bahkan, kata Menag masing-masing ormas juga bisa membuat standardnya.
"Biarlah nanti masyarakat yang menilai. Kalau ada seseorang yang khutbahnya buruk, mencela, mencaci maki, menghujat dan lainnya, lalu mengaku memiliki bukti semacam standardisasi yang dikeluarkan oleh ormas tertentu, toh nanti ormas itu sendiri yang akan kena getah dari apa yang dia keluarkan," ujarnya.
Menag berharap pembahasan terkait standardisasi khatib ini tidak berlarut-larut. Namun demikian, hal itu kembali kepada para ormas Islam dan ulama karena mereka yang akan terlibat secara aktif dalam prosesnya.
Ditanya terkait sanksi, Menag mengaku tidak berfikir apakah sampai harus ada sanksi yang diberlakukan. Menurutnya, standardisasi diperlukan untuk mengedukasi masyarakat dan takmir masjid agar lebih selektif dalam menghadirkan khatib Sholat Jumat. Sebab, esensi khutbah jumat adalah mengajak, menasihati, serta berwasiat dengan cara bijak dan arif.
Standardisasi khatib Jumat, lanjut Menag, juga diberlakukan di beberapa negara. Malaysia, Singapura, Brunei, Mesir, dan Turki juga melakukan pengaturan tersendiri terkait khatib Shalat Jumat.
Senin, 30 Januari 2017
New
NEGARA APANYA KITA INI? CERAMAH KHOTIB SHOLAT JUM'AT PUN DI ATUR PEMERINTAH
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar